Narcissistic Parent THEY ARE REAL
Pertama- tama, ini adalah tulisan mengenai orang tua yang tidak normal, tidak ideal, bukan dan tidak bisa menjadi panutan. Dan iya, mereka nyata, ada dan hidup di antara kita. Jika kamu memiliki orang tua ideal, yang bisa jadi panutan dan menyayangimu sepenuh hati dan jiwa, maka jadikan tulisan ini pelajaran.
Jika kamu kebetulan memiliki orang tua yang tidak bisa dijadikan panutan, ingin kamu bergantung padanya, membuat duniamu seakan berputar di beliau dan cenderung membuatmu depresi, percayalah kamu nggak sendiri.
Dan jika kamu membaca ini, yang awalnya kamu pikir orang tuamu itu benar dan kebal salah/ dosa dan tiba- tiba kamu merasa ini related dengan keadaanmu, percayalah sayang, mereka ini manusia biasa yang bisa salah dan lalim.
Sebelum memulai, izinkan saya menjelaskan mengenai Orang Tua Narsistik, biar nggak salah tafsir, mari kita lakukan dengan benar, dikutip dari The Asian Parent, orangtua yang narsis selalu merasa posesif dan ingin dekat dengan anaknya. Namun bukannya membangun kemandirian anak, orangtua narsis malah menginginkan agar anak senantiasa merasa bergantung padanya.
Setiap orangtua tentunya ingin agar anaknya berprestasi, dan membuat mereka bangga. Namun, yang membedakan orangtua narsis dengan orangtua lainnya ialah, mereka memiliki kecenderungan untuk menghambat kemandirian anak. Anak dijadikan alat untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan egois dari orangtua.
Dahulu, sebelum saya lulus kuliah, saya tahunya orang tua benar dan tahu segalanya. Bahwa mereka panutan, dan nggak pernah salah, kalau mereka salah, itu karena saya keliru menjelaskan/ menangkal maksud mereka. Pokoknya mereka ladang pahala dan kebenaran.
Apabila mereka salah, saya harusnya menerima karena mereka orang tua, harus dan mesti dihormati. Saya tidak boleh menegur karena itu kurang ajar.
Setelah saya berkerja, melihat dunia dengan mata kepala sendiri, saya sadar mereka manusia biasa yang bisa fucked up seperti saya dan anak muda lainnya, hanya saja mereka sudah hidup lebih lama dari kita.
Mengapa demikian?
Setahun kebelakang saya bertemu para penyintas yang hidupnya hancur lebur oleh orang tua kandung mereka sendiri.
Berbagai sakit seperti mental, finansial dan bahkan fisik mereka dapatkan dari orang tua kandung mereka. Beberapa harus dealing dengan keluar dari rumah dan ikut kerabat saking tidak kondusifnya, ada yang harus bolak- balik ke psikolog karena trauma mengancam mentalnya. Sampai menghancurkan diri sendiri karena dipaksa menuruti keinginan orang tua, kalau nggak mereka dapat kekerasan mental seperti dibilang anak durhaka dan lain sebagainya.
Parahnya, kemungkinan besar anak- anak yang menjadi korban orang tua NPD (Narcissistic Personality Disorder) akan menjadi rentan emosi dan mengulang apa yang dilakukan orang tua mereka ke anak- anaknya kelak. Macam lingkaran setan.
Ada dua jenis korban orang tua NPD, scapegoat, mereka adalah anak yang selalu dibandingkan dengan Golden Child. Si kambing hitam ini adalah anak yang selalu direndahkan, disalahkan dan dijadikan tersangka atas kemuraman/ ketidakberuntungan dalam hidup mereka. Banyak penyintas yang mengaku mengalami trauma mendalam hingga tidak mau berkeluarga karena mereka takut akan memperlakukan anaknya sama seperti orang tua mereka atau mereka sadar bahwa secara emosi mereka sangat vulnerable karena merasa tidak diinginkan selama mereka hidup.
Sementar itu, Golden Child biasanya anak kesayangan yang dielu- elukan, nggak pernah salah dan diberi banyak harapan orang tua. Ada banyak sekali kemungkinan yang terjadi pada anak Golden Child, tapi yang paling banyak terjadi antara mereka jadi terbebani dengan segala keinginan dan kemauan orang tua, atau menjadi persis seperti orang tua mereka, punya NPD juga karena dicurahkan segala kasih sayang dan harapan setinggi langit.
Setelah mencoba memahami orang tua NPD, saya mencoba mencari bagaimana cara menghadapi mereka. Sayangnya, cara terbaik selain membawa mereka ke psikolog adalah, memutus hubungan. Karena kewarasan kamu yang terpenting, bukan menelantarkan ya, tapi hanya tidak berhubungan secara emosional lagi. Karena yang ada mereka hanya membuat kamu jatuh, meltdown, breakdown dan lain sebagainya.
Saya juga memahami bahwa ternyata mereka suka memutarbalikkan fakta, istilah kata, nggak mau disalahin atas apapun yang terjadi. Denial, keras kepala atas kemauan mereka dan pendapat orang lain tuh, nothing. Iya, kamu bisa bodo amat ke orang- orang pendengki dan nyinyir yang ngomentari hidupmu, but your loved ones?
Melihat itu semua, saya cuma makin sadar satu hal, perhatikan kesiapan mental sebelum menikah. Cek riwayat orang tuamu sebelumnya. Apakah mereka suka merendahkan orang? Suka memaksakan kehendak? Mengamuk bila kamu nggak sesuai sama keinginan mereka dan tidak memikirkan perasaanmu? Jika iya, review kembali segalanya.
Tanya kembali ke dirimu sendiri, mau jadi orang tua seperti apa nantinya?
SEEK HELP, PLEASE. Kalau kamu sudah merasa nggak sanggup lagi menghadapi segalanya. Ini bukan salahmu, kamu nggak bisa memilih dilahirkan dari orang tua seperti apa.
Menjadi orang tua itu bukan pekerjaan mudah, jadi baiknya kamu mencari tahu segala hal, agar kamu bisa menjadi orang tua yang lebih baik untuk anakmu kelak.
Trauma itu terbawa sampai sekarang. Aku menjadi sangat sensitif dengan gestur, air muka dan pemilihan kata. Untuk orang lain selain keluarga, apa mampu bersikap masa bodoh. Tetapi untuk keluarga, aku tidak bisa bersikap seperti itu. Aku tetap terluka dan terluka
BalasHapus