i am woman, and i am enough
“Benarkah hadis yang mengatakan bahwa kebanyakan penghuni neraka itu perempuan?” tanya seorang murid kepada Imam Ja’far. Fakih besar abad kedua hijrah itu tersenyum. “Tidakkah anda membaca ayat Al-Qur’an – Sesungguhnya Kami menciptakan mereka sebenar-benarnya; Kami jadikan mereka gadis-gadis perawan, penuh cinta dan berusia sebaya (QS 56:36-37). Ayat ini berkenaan dengan para bidadari, yang Allah ciptakan dari perempuan yang saleh. Di surga lebih banyak bidadari daripada laki-laki mukmin.” Secara tidak langsung, Imam Ja’far menunjukkan bahwa hadis itu tidak benar, bahwa kebanyakan penghuni surga justru perempuan.Hadis yang ‘mendiskreditkan’ perempuan ternyata sudah masyhur sejak abad kedua hijrah. Tetapi sejak itu juga sudah ada ahli agama yang menolaknya. Dari Imam Ja’far inilah berkembang mazhab Ja’fari, yang menetapkan bahwa akikah harus sama baik buat laki-laki maupun perempuan. Pada mazhab-mazhab yang lain, untuk anak laki-laki disembelih dua ekor domba, untuk anak perempuan seekor saja. Mengingat sejarahnya, mazhab Ja’fari lebih tua, karena itu lebih dekat dengan masa Nabi daripada mazhab lainnya. Boleh jadi, hadis-hadis yang memojokkan perempuan itu baru muncul kemudian: sebagai produk budaya yang sangat maskulin?Karena banyak ayat turun membela perempuan, pada zaman Nabi para sahabat memperlakukan istri mereka dengan sangat sopan. Mereka takut, kata Abdullah, wahyu turun mengecam mereka. Barulah setelah Nabi meninggal, mereka mulai bebas berbicara dengan istri mereka (Bukhari). Umar, ayah Abdullah, menceritakan bagaimana perempuan sangat bebas berbicara kepada suaminya pada zaman Nabi.Ketika Umar membentak karena istrinya membantahnya dengan perkataan yang keras istrinya berkata: Kenapa kamu terkejut karena aku membantahmu? Istri-istri Nabi pun sering membantah Nabi dan sebagian malah membiarkan Nabi marah sejak siang sampai malam. Ucapan itu mengejutkan Umar: Celakalah orang yang berbuat seperti itu. Ia segera menemui Hafsah, salah seorang istri Nabi: Betulkah sebagian di antara kalian membuat Nabi marah sampai malam hari? Betul, jawab Hafsah (Bukhari).Menurut riwayat lain, sejak itu Umar diam setiap kali istrinya memarahinya. Aku membiarkannya, kata Umar, karena istriku memasak, mencuci, mengurus anak-anak, padahal semua itu bukan kewajiban dia. Anehnya, sekarang, di dunia Islam, pekerjaan itu dianggap kewajiban istri. Ketika umat Islam memasuki masyarakat industri, berlipat gandalah pekerjaan mereka. Berlipat juga beban dan derita mereka. Untuk menghibur mereka para mubalig (juga mubalighat) bercerita tentang pahala buat wanita saleh yang mengabdi (atau menderita) untuk suaminya: Sekiranya manusia boleh sujud kepada manusia lain, aku akan memerintahkan istri untuk sujud kepada suaminya (hadis 1). Bila seorang perempuan menyakiti suaminya, Allah tidak akan menerima salatnya dan semua kebaikan amalnya sampai dia membuat suaminya senang (hadis 2). Siapa yang sabar menanggung penderitaan karena perbuatan suaminya yang jelek, ia diberi pahala seperti pahala Asiyah binti Mazahim (hadis 3). Setelah hadis-hadis ini, para khatib pun menambahkan cerita-cerita dramatis. Konon, Fathimah mendengar Rasul menyebut seorang perempuan yang pertama kali masuk surga. Ia ingin tahu apa yang membuatnya semulia itu. Ternyata, ia sangat menaati suaminya begitu rupa, sehingga ia sediakan cambuk setiap kali ia berkhidmat kepada suaminya. Ia tawarkan tubuhnya untuk dicambuk kapan saja suaminya mengira service-nya kurang baik.Cerita ini memang dibuat-buat saja. Tidak jelas asal-usulnya. Tetapi hadis-hadis itu memang termaktub dalam kitab-kitab hadis. Hadis 1: diriwayatkan dalam Sunan Abu Dawud. Tetapi Bukhari (yang lebih tinggi kedudukannya dari Abu Dawud) dan Ahmad meriwayatkan hadis sebagai berikut: Ketika Aisyah ditanya apa yang dilakukan Rasulullah di rumahnya, ia berkata: “Nabi melayani keperluan istrinya menyapu rumah, menjahit baju, memperbaiki sandal, dan memerah susu.” Anehnya, hadis ini jarang disebut oleh para mubalig. Karena bertentangan dengan ‘kepentingan laki-laki’?Hadis-hadis lainnya ternyata dipotong pada bagian yang merugikan laki-laki. Setelah hadis 2, Nabi berkata,”Begitu pula laki-laki menanggung dosa yang sama seperti itu bila ia menyakiti dan berbuat zalim kepada istrinya.” Dan sebelum hadis 3, Nabi berkata, “Barang siapa yang bersabar (menanggung penderitaan) karena perbuatan istrinya yang buruk, Allah akan Memberikan untuk setiap kesabaran yang dilakukannya pahala seperti yang diberikan kepada Nabi Ayyub.” Tetapi, begitulah, kelengkapan hadis ini jarang keluar dari khotbah Mubalig (yang umumnya laki-laki ).Maka sepeninggal Nabi, perempuan disuruh berkhidmat kepada laki-laki, sedangkan laki-laki tidak diajari berkhidmat kepada perempuan. Fikih yang semuanya dirumuskan laki-laki menempatkan perempuan pada posisi kedua. Beberapa gerakan Islam yang dipimpin laki-laki menampilkan ajaran Islam yang ‘memanjakan’ laki-laki. Ketika sebagian perempuan muslimat menghujat fikih yang mapan, banyak laki-laki saleh itu berang. Mereka dituduh agen feminisme Barat, budak kaum kuffar. Mereka dianggap merusak sunnah Nabi. Nabi saw berkata, “Samakanlah ketika kamu memberi anak-anakmu. Bila ada kelebihan, berikan kelebihan itu kepada anak perempuan.” Ketika ada sahabat yang mengeluh karena semua anaknya perempuan, Nabi berkata, “Jika ada yang mempunyai anak perempuan saja, kemudian ia memeliharanya dengan sebaik-baiknya, anak perempuan itu akan menjadi pengahalang baginya dari api neraka (Muslim).Pendeknya, dahulukan perempuan, kata Nabi dahulu. Pokoknya utamakan laki-laki, teriak kita sekarang.Saya tahu, banyak yang pasti akan bilang SYIAH LU. Ya terserah, saya cuma lihat ini sebagai satu bahan renungan mengenai kesetaraan antara perempuan dan laki- laki dalam islam. Bahwa sebetulnya Islam adalah agama yang begitu memanjakan kehadiran kami, kaum perempuan, bahwa ternyata laki- laki harus di pleased egonya sejak dahulu kala. Dan mohon maaf, saya nggak bisa lantas jadi syiah hanya karena satu artikel. Iman saya nggak selemah itu buat gonta-ganti aliran.
Bicara soal kesetaraan...
Saya ingat betapa papa saya menyesali hidupnya karena tidak memiliki anak laki- laki yang bisa meneruskan keturunannya (terus gue apa, ya?). Hingga sekarang, jika saya lihat laki- laki yang dengan begitu egosentrisnya berpikir mereka yang utama dan imam abadi, rasanya pengen nonjok.
Maskulinitas, bapakisme, dan lain sebagainya di tanamkan dalam doktrin- doktrin mendarah daging, tidak terkecuali Indonesia, terima kasih untuk feodalisme, brengsek kalian.
Saya sampai empet mendengar, bahwa istri adalah pendamping, penyokong, pelayan, la la la la-nya suami (Thanks to misogini, Dharma Wanita dan Orde Baru, as you know, ya i hate this so much). Mengenai kekesalan saya terhadap pembungkaman perempuan di Indonesia, bisa cek di artikel ini.
Untungnya, saya lahir di sisi perempuan hebat. Si Mbah Putri dan mama saya bisa berpikir lebih modern dan menyelamatkan saya dari overdosis cerita Princess Disney. Bahwa perempuan harus mandiri, meski tanpa laki- laki. Bahwa kamu harus berdikari, hingga saya bisa tetap hidup jika terjadi hal buruk pada suami atau bapakmu. Mereka juga bukan manusia usil yang suka nanya ga sopan, "Kapan nikah?" seperti anak muda atau orang tua kurang empati masa kini.
Mbah saya bilang, "kalau kamu memilih hidup sendiri, yo wes ben. Aku juga dulu betah sendiri, sampai 26 tahun nggak nikah kok!", iya kalimat ini datang dari perempuan yang lahir tahun 1932. Mama saya pun demikian, beliau adalah orang yang memaksa saya untuk terus berkembang, bahwa otakmu mesti dipakai untuk hidup yang baik. Dia penolak keras pernikahan dini dan pernikahan tanpa kesiapan mental. Mama saya menekankan, kamu harus puas main dan kerja sebelum akhirnya menikah. Beliau juga bilang, tidak ada telat menikah! Karena setiap manusia punya waktu yang berbeda dengan yang lainnya.
Dari mereka ditanamkan bahwa pernikahan adalah suatu yang sakral, ga main- main. Jadi mental mesti siap. Kamu nggak bisa mundur ketika udah kecemplung.
Dalam agama saya, islam memandang begitu pentingnya kehadiran perempuan hingga pantas dilindungi, dimakmurkan dan dikasihi, juga sebaliknya kepada lelaki mesti saling menghormati dan dikasihi.
Begini, Allah SWT menciptakan Hawa dari tulang rusuk Adam, bukan tulang kaki, apalagi tengkorak. Jadi jelas di sisi mana perempuan berasal? kami di sampingmu, bukan untuk sebagai bawahan, apalagi pemimpin, melainkan sebagai partner. Seyogyanya kami tidak diperlakukan sebagai atasan atau babu, tapi teman, partner untuk mengarungi kehidupan.
Soal perempuan ini juga disenggol dan dibahas di salah satu akun facebook yang beberapa waktu ini sangat informatif dan seru untuk dibaca, Mba Estiana Arifin.
Di sini banyak sharing dan berdebat seru, kamu mesti baca kolom komentar. Saya mengenali beberapa persona yang dibicarakan para perempuan di sana. Contohnya, bahwa laki- laki post power syndrome yang nggak punya kerjaan tetap itu suka sekali ngebacot tentang agama, alias ceramah omong kosong penuh utopia untuk membenarkan tindakannya yang nganggur.
Bahwa, banyak ternyata yang berjilbab dan berpikir sama seperti saya, yang merasa kedudukan kita mesti sama. Bahwa, mereka muak dengan laki- laki, yang egosentris dan oportunis, misal mau punya istri pengennya yang bisa masak sama urus rumah, bisa urus ibunya yang sudah tua. Yahilah, mau cari istri untuk menua bersama atau mbak buat bantu- bantu dirumah?
Saya shock sih saat baca diskusi bahwa ternyata ada laki-laki yang ingin cari istri untuk menjaga ibunya yang sudah tua, walah dalah, surga di telapak kaki ibu, lha kok kowe kasih tanggung jawabnya ke orang lain, je? Sayang lho kesempatan surgamu. Yah tapi mau gimana, orang kan beda- beda, yah...
Saya sedih mendapati kenyataan bahwa ternyata banyak yang berpikir, perempuan hanyalah pelengkap, pendamping, tempatnya di dapur. Serius? Masih? di zaman superb modern ini? IYA MASIH!
Ya Allah hu robbi... ego sebagian dari mereka gampang banget terluka kalau dengar kami setara. Mulutnya pengen nyinyir kalau dengar feminisme. Menganggap perempuan lemah nggak lantas buat kamu jadi kuat, kok.
Sini saya kasih tau, perempuan nggak bisa diam kalau suaminya ngga bisa menjadi pemimpin, pencari nafkah, dan berbagai disfungsi lainnya. Yang sering terjadi malah, perempuan jadi tulang punggung sementara suaminya tetap disfungsi. Apa aja dikerjain, jualan, jahit, sulam, jadi buruh cuci bahkan pembantu pun dijabanin. Perempuan bisa sekuat itu.
Tuhan menciptakan kami pasti ada alasannya, dan percayalah, kodrat kami cuma dua, melahirkan dan menyusui. Laki- laki nggak bisa kan?
Komentar
Posting Komentar