Emansipasi yang anti misogini
Selamat hari Kartini.
Hari ini didedikasikan untuk pahlawan perempuan dari kalangan ningrat Jawa yang menyuarakan protes atas ketiadaan hak perempuan untuk menuntut ilmu dan menentukan nasibnya sendiri. Kartini, di masa perempuan harus tunduk pada lelaki, harus mengikuti norma dan aturan berlaku, mendobrak nilai- nilai kaku yang mengekangnya, dengan suara- suara yang dia tulis dalam surat.
Ada Kartini dalam kita, dia masih berjuang dalam jiwa tiap- tiap perempuan, yang dikekang bapak-ibunya untuk memilih jurusan sesuai mau mereka yang membiayai.
Yang tidak boleh bersekolah tinggi karena bapak/ ibu tidak mau jauh- jauh dari anaknya, yang tidak sering, malah membunuh setiap potensi yang mungkin dimiliki.
Yang dituntut mengikuti keinginan orang tua, membunuh setiap mimpi yang telah dibuatnya sejak kecil.
Yang dipaksa menikah di usia yang terlampau belia.
Yang dipaksa mengubur ambisi demi memuaskan ego lelaki.
Padahal yang diminta hanyalah kesetaraan, agar perempuan bisa menjamah pendidikan seperti lelaki, agar perempuan dapat kesempatan yang sama seperti lelaki, dan diperlakukan sama seperti manusia biasa dengan segala hak dan kewajibannya.
Hanya itu.
Jangan denial, kita sering menemukan perempuan yang berkerja sebagai istri dan suami yang mencari nafkah sementara lelaki yang punya kewajiban malah disfungsi, dikasih hidup dan fisik yang sehat, tapi jangankan bantu- bantu pekerjaan rumah, ada yang malah main cewe dan mabu-mabuan sambil mancing dan ngerokok. Nggak jelas juntrungannya.
Andaikan para misogini tobat dan tidak memandang perempuan hanya sebagai mesin pencetak bayi, pengasuh dan koki, tentu kita akan lebih saling mengerti dan menghargai, bahwa kita setara. Bahwa kadang dengan kesempurnaan lelaki, mereka masih bisa gagal dan siapa yang lagi yang back up kalau bukan perempuan yang ada di sampingnya ?
Komentar
Posting Komentar