Lyfe as ANKER (ANak KEReta)

Udah lama nggak buat tulisan receh. Sekarang akoh mau buwat lagi demi kewarasan diri sendiri.
Gue lupa sejak kapan gue jadi roker kayaknya setahun atau dua tahun lalu yang lalu.
Namun, sodara- sodara... 
Menjadi konsumen atau pengguna commuter line Jakarta adalah sebuah perjuangan, seni, sekaligus cobaan sendiri.
Begimana tidaks?
Marilah ku kronologikan kisahku setiap harinya...

FYI!
Rumah gue di Planet Bekasi, sementara kantor tertjinta ada di Palmerah.
Dulu, gue menggunakan moda bus, namun setelah dihitung- hitung, ternyata moda bus mahal banget. Demi kemurehan dan kongkow di warkop kenamaan, gue ganti moda menjadi kereta.
Sayangnya, gue baru tahu setelah jadi anker beberapa hari, bahwa jalur Bekasi adalah Red Zone alias jalur paling ngeselin. Gimana engga? Nih ya:
  1. Jumlah kereta jauh lebih sedikit dari Bogor
  2. Jalur Bekasi juga dilewati oleh KAJJ yang mau ke Jawa
  3. Sehingga kereta mureh meriah macem commuterline yang paling mahal tarifnya cuma 6 rebu selalu tertahan biar itu kereta mahal bisa lewat.
  4. Penumpangnya warbyasak buanyaaaak dan keiknya si KCI juga ga pengen nambah jadwal gitu.

Naaaah... Untuk mencapai kantor, gue harus naik dari stasiun Bekasi, transit di Manggarai, lalu naik kereta ke Angke, transit lagi di Tanah Abang dan baru deh ke Palmerah.
Capek?
Apalage gueeeeh!
Lalu, bagaimana prosesnya?
Baiquelah...
Kita mulai hari dengan ngecek keberadaan kereta dan situasi kondisi terkini. Karena shit happen almost everyday!
Ada aja, gitu.
Entah:
  • rel patah
  • kereta keluar jalur
  • banjir
  • matik listrik
  • Gangguan sinyal
  • gangguan wesel
  • gangguan Listrik Aliran Atas
  • kereta jarak jauh bermasyalah
Dan laen sebagainya.
Saat mengecek keadaan pun harus via twitter.
Mengapa demikian?
Karena twitter memberi real time information yang kita butuhkan untuk memaki eh mengecek keadaan commuterline tiap saat. Kita pun tidak boleh serta merta percaya begitu saja dengan official account @commuterline, karena kadang, penumpang dan pengguna jauhhh lebih tahu kondisi sebenarnya di lapangan.
Jadi, cukup search commuterline di twitter dan dapatkan info teranyar mengenai kondisi kereta hari ini.
Jika situasi aman, maka silakan langsung cuss berangkat. Kalau ada gangguan sinyal, kereta keluar jalur, endesbray endesbre, lebih baik cari moda angkutan lain, atau kaya gue, CUTI.
Males guah kalo udah begini. Adek lelah bwaaaang! 
Pernah lho, gue berangkat jam /7 sampe kantor jam 10 gara- gara ada kereta keluar jalur di manggarai. Abis itu gue bertekad, ngga akan lagi masuk kerja kalo ada gangguan kereta. Lelaaah bwaaaang!
Selanjutnya adalah pemilihan jadwal dan gerbong. Pilihlah jadwal yang kira- kira ga padet banget di gerbong yang kira- kira lowong. Alasannya murni supaya badan ngana di kereta ga kegencet banget.
Di keadaan yang sangat penuh, bahkan nafas dengan enak aja adalah suatu kemevvahan.
Dan perlu diketahui, apa yang kita dapatkan di dalam kereta adalah murni faktor luck. Misal nih, udah dapet posisi pewe banget, dan elu berpikir perjalanan ini tak mungkin menjadi berat, tau- tau belakang lu bawa tas isi tupperware, ga mau naruh di bagasi dan alhasil taperwer itu neken punggung atau pinggang ngana.
Itu.Sakit.Banget.
Banyakin sholat sama ngaji sebelum berangkat atau saat berada dalam kereta, ye. Sapa tauk dimudahkan hidup lu.
Transit di Manggarai
Manggarai adalah stasiun tersibuk. Jadi bisa dibayangkan betapa hebohnya setiap hari pada jam pergi dan pulang kerja, mari kuberikan gambaran lengkapnya...
twitter @tasripul
Jadi begini, kan tiap hari gue harus transit di Tanah Abang, nah, gue mesti naik kereta Angke/ Jatinegara, yang harus melewati Stasiun nightmare lainnya, yaitu Stasiun Sudirman. Stasiun ini menghubungkan banyak tempat di daerah bisnis tersyibuk di kota Jakarta. 
Sayangnya, sama seperti Bekasi, kereta Angke/ Jatinegara ini lebih sedikit daripada yang ke Kota. Jadi, kalau di jalur Bekasi kita jadi pepes, di kereta ini bisa jadi bubur, gaes. Untunglah Sudirman hanya satu stasiun dari Manggarai, fyuhhh....
Kadangkala, kereta ini berasa sangat bar- bar. Saking penuhnya, orang nggak peduli di depannya ada orang laen, maen dorong aja sampe jatoh. Gila, lah. Pernah juga, saking penuhnya, ada pertumpahan bekal di pintu keluar, jadi itu bekel orang awur-awuran. Ihhh Syereeeem, mau kerja ketimpahan pisang dan pepaya potong >.<

Stasiun Tanah Abang
Surganya emak- emak ini adalah mimpi buruk. Stasiun yang dipenuhi orang- orang yang belanja bergembol- gembol, gerombolan emak- emak bawa anak kecil yang pulang belanja saat orang pulang kerja, orang- orang yang lari sprint tiap turun kereta, masya Allah....
Kalau ada kereta dari jalur 5/6 masuk, yang mau naik harus melipir, kalau di depan/ dekat pintu, bisa ditabrakin mas- mas tanah abang yang lari kenceng demi bisa ngetap out duluan atau pindah peron.
Di stasiun ini juga mushola-nya cimit- cimit, ga memadai kalau buat maghriban, kaga ada makanan yang ada di dalam stasiun pula.
Mesti banget gue ngetap out untuk mendapatkan roti salman?
Pfffft...

Yang menjadi keprihatinan di stasiun ini adalah, begitu banyak ibu yang berbelanja sambil membawa anak terus pulang saat kereta lagi padat- padatnya. Kasihan gitu sama adek- adek kecil dan bayi yang di bawa. Ya kegencet, pengap, dan sebagainya. :(

Ini sekelumit problematika perkereta-apian Indonesia yang semakin berkembang, entah baik atau buruk, ya. Gue tahu dan mengerti mereka berusaha berkembang.
Ada kereta ke bandara macem di Medan yang kebetulan mahal banget najis mendingan gue naek Damri, 40 rebu duduk manis, sampe.  Lalu ini kereta juga nggak punya jalur sendiri jadi ya, kalau dia lewat, commuterline yang paling mahal 6 rebu mesti tertahan.

DDT atau Double- Double Track berusaha diselesaikan. (Gak pake segera karena bagi gue lama banget kelarnya). Pembebasan lahannya takes forever, gitu. Malesin. Dalam waktu normal, bekasi manggarai hanya butuh 20 menit. Dalam waktu abnormal, sejam! 😑

Pemanjangan jalur hingga ke Cikarang dengan stasiun kece badhaaai. Sayangnya bukan menyelesaikan DDT, mereka nekad duluan nambah jalur. Rada ngga niat pula, kereta cuma sejam sekali, jarang tepat waktu pula. Keseringan di salip.

Spek kereta yang nggak sama. AC ga tiap gerbong berasa, kalau lagi sial bisa naek yang pengep banget. Ngana patut bersyukur saat keluar kereta cuma basah kuyup mandi keringet bukan pengsan sampe perlu digotong tandu karena kekurangan oksigen.

Itu sekelumit kisah perkeretaapian dari sisi seorang kacung kampret yang rumahnya di Bekasi tapi kantor di Palmerah.
Teruuuus, udah tahu kesiksa, lu masih pertahanin aja? Lu masokis apa bego? Ha?! Dia udah nyakitin elu, 2 kali sehari?!

Jawabannya karena murah, dan daripada naek bis yang 2.5 jam belum tentu sampe, gue pilih ini laaaah. Biarlah, itung- itung pijet gratis.

Sekian dan semangat desek- desekan. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cabut gigi bungsu, pake BPJS, GRATIS

TetraMap, not so Fire but more Earth- girl

Holier-Than-Thou trend